Tapak Suci Ramadhan di Gunung Wilis

Bulan suci Ramadhan tidak menghalangi bagi saya dan teman–teman untuk melakukan aktivitas di alam bebas. Pada hari minggu tanggal 6 Agustus 2012 merupakan perjalanan pertama saya untuk menapaki kebesaran ILahi dalam bingkai Bulan Ramadhan. Indahnya hidup jika kita dapat berkelana untuk mempelajari apa yang bisa dijadikan pelajaran dan arti berbagi.

Perjalanan ke alam bebas bukanlah alasan untuk tidak menjalankan ibadah sholat tarawih di malam bulan ramadhan. Karena ibadah sholat selain dapat menenangkan hati dan pikiran merupakan salah satu rukun islam yang harus kami tunaikan sebagai umat islam. Sebagai bentuk kehambaan kami kepada Allah SWT dan tempat memohon perlindungan salah satunya untuk perjalanan pada hari ini.

Bulan benderang menjadi penerang setia di keheningan malam. Dinginnya suasana pegunungan tak mampu dielakkan dengan hanya menggunakan jaket tebal. Namun canda tawa kebersamaan inilah yang mampu menghangatkan suasana di dholo, malam ini.

Perjalananpun dimulai, pendakian selama 3 jam berakhir di pos terakhir pendakian. Sesampainya di lokasi, kami hanya duduk melemaskan kaki dan bersiap – siap untuk menyiapkan hidangan sahur. Hobi mendaki tidak akan menghentikan semangat kami untuk tetap menjalankan ibadah puasa ramadhan. Bahkan puasa ramadhan akan memberi semangat kami untuk menjalankan ibadah puasa pada hari ini.

Pagipun menjelang, sinar mentari menampakkan kemahadasyatan sinar terangnya. Hingga akhirnya pukul 10.00 WIB kami baru mengayunkan langkah awal untuk mencapai puncak wilis. Hal ini dikarenakan kami baru tidur seusai shubuh. Ketika mata melihat sinar matahari begitu cerah, tiba – tiba timbul rasa keraguan dalam benak kami. Ragu, apakah kami akan kuat menjalankan ibadah puasa pada keadaan cuaca sepanas dan medan ke puncak seterjal ini?

Jalan terjal yang harus dilalui, minimnya teduhan untuk menggapai puncak, membuat tetesan keringat ini bercucuran setetes demi tetes. Bahkan kami harus mengayunkan lutut sampai ke dada, menaiki gunung dengan cengkraman tangan, inilah wilis dengan segala keajaibannya.  Sungguh di luar ekspektasi kami di awal.

Ilalang itu, pohon pinus itu, bunga–bunga itu, butiran tanah itu, batu yang bergelindingan itu adalah saksi bisu yang selalu mendampingi kami untuk dapat mencapai puncak Gunung Wilis. Rasa capek, hembusan nafas tak beraturan ini, terbayar lunas ketika pada akhirnya kami tiba sampai di puncak Gunung Wilis yang ternyata sangat rindang. Inilah pengalaman pertama saya mendapati teduhan vegetasi di puncak. Sehingga membuat nyaman  badan untuk sekedar merebahkan diri sejenak bak hotel bintang 5.

1Gambar1. Puncak Wilis dan Team Pendakian

Perjalanan untuk menapaki puncak memang seru dengan halangan–halangan yang bervariasi namun perjalanan turun pun tidak kalah heroiknya. Salah melangkah atau gegabah dapat mengakibatkan kita terperosok pada jurang yang amat dalam. Hal ini dikarenakan sisi kanan dan kiri adalah jurang yang dapat mematahkan lengan–lengan kekarmu. Namun hal inilah yang memacu adrenalin dan membuat pikiran tentang puasa teralihkan (tidak memikirkan perut yang kosong).

2Gambar2. Eksotisme Gunung Wilis

Selangkah demi selangkah, setapak demi setapak perjalanan untuk mengagumi kebesaran Ilahi harus berakhir tepat pada pukul 17.45. Tepat di waktu itu kami berada di titik finish pendakian untuk menunaikan buka puasa. Tetesan keringat itu akhirnya terbayar lunas dengan tetesan air wilis yang membasahi kerongkongan.

Petualang sejati tidak mengenal puasa sebagai hambatan dan orang yang beriman tidak mengenal pengembaraan sebagai alasan tidak menunaikan ibadah. ( Isha F.H)

Leave a comment