Mengurai Senyuman Untuk Mengukir Masa Depan

 

1.jpgGambar1. Halaman SDN Bajulan 1

Pagi yang cerah menghiasi langit di Desa Bajulan, Kabuten Nganjuk hari itu  (17/11/2012). Tanda-tanda bekas hujan kemarin sore seolah tak nampak lagi. Hingga suara lirih anak-anak yang berjalan menuju ke sekolah mengingatkan aku pada sebuah janji. Janji untuk mengisi kegiatan di SDN Bajulan 1 di tengah-tengah liburan panjang ini.

Sekolah yang telah memberikan gambaran kehidupan pada masa kecilku. Dimana jasa sekolah melalui para guru yang mengajarkan beragam pengetahuan layak untuk  dibalas. Untuk itulah kegiatan ini sengaja kami lakukan dan kami sebut dengan “istana kecil”.

Istana kecil memberikan pengertian bahwa sekolah harusnya menjadi tempat yang nyaman untuk memperoleh pengetahuan. Bagaimanapun kondisi sarana dan prasarana tidak menjadi kendala dalam menumbuhkembangkan rasa senang belajar di masa kecil.

Oleh karena itu tidak kalah penting bagaimana metode penyampaian kegiatan belajar mengajar itu disampaikan. Karena bekal dasar yang harusnya disisipkan saat sekolah dasar adalah menumbuhkan sikap bahwa bersekolah/belajar merupakan kegiatan yang menyenangkan.

Maka dari itulah kegiatan kali ini banyak diisi dengan permainan untuk memberikan keceriaan kepada siswa. Dimana dalam setiap permainan disisipkan materi-materi yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah. Dengan harapan permainan ini nantinya dapat menjadi sarana untuk merangsang rasa kepercayaan diri serta melatih konsentrasi siswa.
2.jpg
  Gambar2. Kegiatan di luar kelas

Untuk itu pada permainan pertama siswa diajak keluar kelas untuk bermain permainan air, darat, laut. Ialah permainan untuk menyebutkan nama hewan sesuai dengan habitatnya. Namun setelah di rubah bentuk aturan mainnya dengan menyebutkan nama hewan yang tidak hidup di habitat yang disebutkan siswa mengalami kesulitan. Adapun tujuan dari permainan ini selain untuk melatih konsentrasi juga untuk melatih mengubah pola pikir/kebiasaan siswa yang sudah menjadi keseharian.

Kegiatanpun dilanjutkan dengan permainan tebak-tebakkan di dalam kelas setelah usai istirahat. Dimana salah satu siswa maju ke depan dengan diberi jawaban yang harus disebutkan petunjuk-petunjuknya agar temannya yang duduk dapat menjawab dengan benar. Permainan ini sangat efektif untuk melatih pengetahuan siswa dalam memecahkan sebuah permasalahan. Selain itu kepercayaan diri siswa dalam mengacungkan tangan dan menjawab dapat diasah.

Inti dari kegiatan kedua ini adalah menanamkan pembelajaran bahwa dalam bersekolah kita tidak perlu takut salah. Hal terpenting adalah bagaimana mengembangkan minat siswa dalam memahami apa arti belajar. Karena kebanyakan siswa sangat takut ketika disuruh menjawab. Sebagian besar alasannya adalah takut salah. Sesuatu yang kecil ini seharusnya menjadi hal yang perlu kita perhatikan pula kedepannya.

Gambar3. Antusiasme dan salah satu mimpi siswa SDN Bajulan 1

Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, sebait lirik dari band nidji ini sekaligus sebagai lantunan tembang penutupan dari serangkaian kegiatan. Dimana sebelum penutupan para siswa diberi secarik kertas untuk menuliskan cita-citanya kelak ketika dewasa. Alhasil, banyak siswa yang berkeinginan menjadi guru, tentara, dokter, dls.

Mimpi mereka sangat indah dan siapa yang akan membantu mereka kelak jika mereka tidak tahu bagaimana cara meraihnya. Maka dari itu marilah kita melakukan tindakan kecil untuk membantu adik-adik kita untuk meraih impiannya. Keterbatasan bukanlah penghalang untuk bergerak mari saling berbagi dan menginspirasi.

Penanggungan, Saksi Bisu Seorang Wisudawan

1.jpgGambar1. Narsis sang pendaki

Sekilas jika melihat foto di atas sama saja dengan foto anak muda pada umumnya jika mereka mendaki Gunung Penaggungan (1.653 mdpl). Foto dengan latar belakang puncak Penanggungan merupakan salah satu momen yang paling dicari pendaki jika berada di puncak bayangannya. Namun jika si model menggunakan sebuah busana seperti di bawah ini apa yang akan terlintas di benak kalian?

2.jpgGambar2. Narsis sang wisudawan

Mungkin dalam benak kalian terbesit ini beneran di penanggungan apa sebatas photo studio? Atau malah berpikir ini beneran lulus atau hanya sebatas memakai toga pinjaman? ( * disini sakitnya sambil nunjuk kepala ). Menurut kalian?

Ini adalah perjalanan ketigaku ke Gunung Penanggungan. Selama kisahku mendaki gunung ini selalu ada cerita unik. Kabar uniknya dari kisah ketiga adalah aku membawa barang yang tidak lazim dibawa selama pendakian, sebut saja toga. Hari itu bertepatan pada hari Kamis, 11 September 2014 atau H-2 sebelum wisuda. Saya mengajak beberapa rekan untuk mengabadikan momen wisuda S1 yang dalam hidup akan dirasakan sekali. Sehingga kelak ketika teringat momen wisuda otomatis akan mengingat Gunung Penanggungan beserta kisah yang pernah dirasakan disini.

Lantas pertanyaan berikutnya kenapa harus gunung? kenapa pula Gunung Penanggungan, bukan Gunung Semeru puncak paradewa? Emb, alasan kenapa ingin mengabadikan momen ini di gunung karena mendaki adalah hobi saya. Dengan terabadikannya momen ini, kelak ketika sukses saya ingin tetap menjadi pendaki dengan kesederhanaannya. Pendaki yang memahami etika mendaki, pendaki yang ingin lebih dekat dengan Tuhannya, pendaki yang selalu mengucap syukur dalam tiap langkahnya sehingga energi positif bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Jika dalam istilah kerennya sih gunung akan menjadi tempat perefleksian hidupku nanti.

Kemudian untuk pemilihan Gunung Penanggungan sendiri, ini tidak terlepas dari dua kisahku sebelumnya di tempat ini. Pertama, Gunung Penanggungan merupakan saksi bisu saya belajar menjadi pendaki dan akhirnya saya ketagihan hingga saat ini. Meskipun hanya sampai puncak bayangan namun momen itu sangat spesial. Momen tahun baru, pendakian pertama dengan cerita tersesat dan disambut badai di puncak bayangan. Menariknya badai berhenti tepat sebelum jam 00.00 dan kami bisa melihat kembang api membumbung tinggi ke angkasa.

Kedua, Gunung Penanggungan memberikan cerita kepada makhluk Tuhan bernama manusia agar cerdas dan tetap sabar dalam menghadapi hal tak terduga. Dalam pendakian kedua ini, saya dan ketiga rekan saya memutuskan untuk mendaki lewat pos Tamiajeng dan turun lewat Jolotundo. Semua sudah dipersiapkan dengan baik, salah satunya dengan menempatkan kendaraan kami di dua pos tersebut. Namun sebaik rencana manusia, rencana Tuhan memang tidak dapat terelakkan. Kami tersesat dan turun di sebuah perkampungan madura, celakanya perkampungan ini terletak di Kecamatan Ngoro dan kendaraan kami berada di Kecamatan Trawas.

3.jpgGambar3. Narsis di puncak sebelum tersesat

Penanggunganlah yang menjadi saksi bisu awal hobi mendaki muncul sekaligus mengakhiri masa mahasiswa seorang ISHA FRANDIKA H. Adapun puncak bayangan menjadi pilihan untuk mengabadikan momen penting ini, karena pada saat pendakian pertama, saya hanya sampai disini. Awal dan akhir yang sama dalam perjalanan ini menganalogikan kehidupan manusia bahwa kita berasal dan akan kembali pada suatu keadaan yang sama yakni ketiadaan. Puncak bayangan Penanggungan inilah yang memberikan saya pengalaman bahwa jika kita memiliki tujuan harus kita perjuangkan, dan hasilnya biarlah Tuhan yang menentukan. Kita tidak berkuasa atas takdir Tuhan, seperti badai yang berhenti disaat perayaan tahun baru menjelang pukul 00.00.

4.jpg Gambar4. Foto bersama para wisudawan / ti

5.jpgGambar5. Foto berlatar belakang puncak Gunug Arjuno

Aku, PIMNAS 26, Untukmu ITS

2.jpgGambar1. Hasil Pimnas XXVI

Melihat foto di atas sungguh membuatku seperti di alam mimpi. Sungguh tak percaya dibuatnya, ” Aku bersama tim PIMNAS 26 ITS dan menjadi salah satu penyumbang medali?” Tepuk pipi kanan kiri, cubit tangan kanan kiri, jedotkan dahi ke meja “eh sakit”. Ini nyata…

Perjalanan PKM ini sungguh berliku, sejak semester 3 aku selalu mengirimkan proposal PKM dan selama itu pula harus menunggu. Menunggu 3 tahun, hingga akhirnya di semester 8 keajaiban itupun datang. Nama kelompokku dinyatakan lolos PIMNAS. Hasil ini tidak lepas dari 2  PKM GT tahun 2012 yang gagal total. Hingga suatu hari adek kelas sebut saja Siti menemuiku dan bilang “Mas, buat PKM yuk!”

Melihat antusiasnya, aku langsung menyanggupi karena banyak cadangan PKM yang tersedia — PKM lama yang tidak pernah masuk kategori “selamat PKM anda didanai”. Namun entah kenapa tiba – tiba semangat itu mendadak datang hingga kuputuskan langsung bertemu dengan dosen pembimbing. Setelah tahap koreksi selesai langsung aku kasihkan ke adek kelas untuk diprint, didaftarkan, dan diupload pada web SIMLITABMAS. Tentunya setelah mendapatkan acc dosen pembimbing yang paling kece Bapak Suntoyo.

Ah, seorang Isha tidak pernah berpikir apakah PKM itu akan lolos atau tidak. Pengalaman tertolak begitu melekat dengan kehidupan PKM di masa mahasiswa ini. Apalagi kehidupan mahasiswa semester akhir dengan beribu kesibukan seperti TA dan kerja praktik telah mampu melupakan si PKM.

Tak disangka sangka suatu pagi saat kerja praktik di Teluk Lamong, ada pesan singkat “mas PKM kita didanai”. Pikirku ini anak ngaco, maklum adek kelas satu ini suka banget ngerjain. Eh, beberapa hari setelahnya dapat sms lagi ternyata salah satu PKM kami masuk PIMNAS. PIMNAS 26? itu artinya kami akan ke lombok, itu artinya aku harus ijin dari tempat KP selama dua minggu! Horeeeee…. Lombok kami menyapamu, PIMNAS 26 adalah milik kami, tim ITS.

Perjuangan tidak semudah yang kami harapkan. Sebelum bertanding tim ITS mengadakan beberapa persiapan. Sayangnya diantara tim PKM GT hanya tim kami yang paling kurang persiapan. Hingga tibalah suatu tragedi saya harus menjadi penyaji. Ini berarti kami harus merombak strategi. Beberapa strategi baru yang harus dipersiapkan, mulai dari PPT baru, bagi tugas tim, hingga latihan presentasi untukku dan tanya jawab untuk adek kelas.

Meski tidak ada persiapan tiada kata untuk menolak tugas. Waktunya untuk berlatih dan terus berlatih. Hasil dari latihan pertama kali ini adalah “mas, sampean ini mau presentasi apa orasi?”, terang salah satu dosen. Inilah tim PKM GT “DAM LP…” yang kece, ada Isha, Irsyad, Mutia, Eva, dan Siti.

3.jpgGambar2. Tim Dam Lepas Pantai

Pagi itu cerah secerah almamater kuningnya UI. Hari presentasi itupun datang dengan kegugupan karena melihat cemerlangnya penyaji pertama dari tim UI. Dalam hati terucap, “mbak ini presentasinya keren, suaranya lantang, dan cantik nian“. Kegugupan tak beralasan ini ternyata diselamatkan oleh Tuhan karena kelompok kami dapat waktu presentasi di hari kedua. Tuhan mengabulkan doaku ketika gemetar jiwa raga ini tak dapat terelakkan.

Tiada kata memalukan dalam hidup apalagi berkaitan dengan almamater. Persiapan demi persiapan telah dipersiapkan ulang untuk menghadapi hari kedua presentasi. Ini bukan saja masalah materi, ini masalah nyali, dan harga diri. Kalian harus melihat bagaimana menjadi anak teknik terlebih teknik di ITS memang dituntut CAK (cerdas, amanah, kreatif).

Hati ini terasa lega ketika para juri mengucapkan konsep PKM GT ini akan lebih bagus jika ditambah a, b, c. Presentasi ini berakhir dengan kesalahan menyebut salah satu anggota kelompok. Dunia begitu indah ketika ketakutan yang tak beralasan mampu kita hadapi bersama.

Malam pengumuman terasa datang begitu cepat. Malam itu aku akan menjadi pesakitan karena melihat para juara. Namun tak masalah jika piala ADIKARTA KERTAWIDYA dapat dibawa pulang ke kampus tercinta. Karena tujuan kami ke Lombok bukan mengatasnamakan personil, ataupun kelompok namun satu almamater, ITS.

Pembacaan para pemenang pun dimulai, untuk nominasi poster kampus kami sedikit yang mampu menjadi juara. Energi ini tersimpan dengan baik karena hanya bisa melihat kampus lain bersorak riang. Hingga tibalah pada pembacaan nominasi presentasi. Disinilah kami bagaikan singa yang siap menerkam mangsanya. ITS membuktikan jati dirinya, begitu banyak gelar PKM 5 bidang maupun PKM GT yang berhasil kami rebut.

Semangat arek Suroboyoan sangat begitu terasa ketika nama ITS disebut satu persatu malam itu. Hingga tibalah di nominasi terakhir PKM GT, untuk juara 3 PKM GT dengan judul ” DAM LP…” dari ITS. Lengkap sudah kado manis di Lombok dan di masa mahasiswa. Setidaknya saya pernah mengantarkan kampus perjuangan menjadi juara umum PIMNAS dan menjadi salah satu penyumbang medali perunggu.

Tuhan akan selalu memeluk mimpimu, maka teruslah mewujudkan mimpi itu meski terasa mustahil saat ini. Yakinlah sobat! ( Isha F. H. )

Gambar3. Kegiatan pasca PIMNAS, menikmati liburan di Gili Trawangan

Apa Yang Kau Mau “Hatiku”

Siapa yang tidak ingin mewujudkan impiannya? Namun siapa juga yang bersedia bertaruh untuk mewujudkan impian tersebut? Bertaruh harga, tenaga, kesempatan, hingga relationship dalam hitungan detik. Tentu nilainya tidak murah namun hasilnya? Tidak ada yang bisa memastikan.

Kemudian timbul pertanyaan lain, apakah impian itu dapat dirasa? Bagaimana merasakan impian tersebut? Apakah perasaan nyaman ( zona nyaman ) itulah impian? Bukankah zona nyaman itulah sebuah impian yang hakiki? Lantas, untuk mengetahui jawaban ini haruskah kita keluar ( move on ) mengubah semua yang ada untuk bisa merasakan apa impian yang hakiki itu?

Memilih dan tidak memilih memang sebuah pilihan termasuk dalam mengejar cita. Kabar baiknya  takdir memang kuasa Tuhan, namun manusia berhak menentukan nasibnya, mengarahkan layarnya.

Namun kenapa sebagian besar dari kita lebih memilih untuk meletakkan standar rendah untuk sebuah impian. Kemudian kita mengomentari keberhasilan orang lain dan menyesali pilihan yang selama ini kita putuskan. Hingga terdengar lirih perkataan sumbang “andai dulu begini!”, “andai dulu begitu!”

Memang manusia tiada pernah luput dari penyesalan namun apakah hal itu akan terulang? Sebagai perumpamaan, tupai tidak akan jatuh pada lubang yang sama. Akankah kita jatuh pada penyesalan yang sama?

Sebenarnya apa yang kita ingini? Kuncinya terletak pada hati, bukan malah terjebak pada sisi indrawi. Sejatinya manusia tak akan pernah bisa lari dari hati. Jadi dengarkanlah suaranya, bisa jadi kita terlalu tuli untuk mendengar bisikan hati kita. Tuli karena kesombongan, tuli karena merasa paling benar, dan prasangka “paling” lainnya.

Jangan sampai lingkungan kehidupan melirihkan suara hati kita. Hingga menjebak kehidupan, membelokkan arah takdir yang berujung pada kegagalan menafsirkan impian. Kita hanyalah pengguna hati, bukan pemilik hati yang sempurna.

Penyebab utama sebagian besar orang takut mengejar impian yang paling berharga, adalah KELUHAN. Sebab mereka merasa tidak layak mendapatkan atau tidak akan pernah bisa mewujudkan impian. Gunakanlah hati secara bijak, dan asahlah penggunaan hati, dengan cara berdoa, berusaha, bersabar, dan bersyukur.

Hati manusia itu sangat rentan takut. Jika ketakutan menerpa hati, dia akan menderita bukan kepalang yang akhirnya merangsang pada pengambilan keputusan kita ( keyakinan ). Pada dasarnya hati tidak suka menderita, maka hati berbicara semakin pelan, karena hati tidak ingin manusia menderita karena kata hati mereka sendiri. Apakah kalian merasa?

Katakan pada hatimu “rasa takut akan penderitaan justru lebih menyiksa daripada penderitaan itu sendiri”. Tiada hati yang menderita saat mengejar impian – impiannya, sebab setiap detik pencarian itu bisa diibaratkan pertemuan kembali dengan Tuhan dan keabadian. Karena Tuhan sudah menuliskan bahwa setiap orang di bumi memiliki harta karun yang menantinya. Tinggal bagaimana kita sebagai hambanya berdoa, berupaya (ikhtiyar) kemudian bertawakkal untuk mendapatkannya, bukan lari karena merasa dan merasa tak berhak.

Sayangnya sedikit sekali orang yang mengikuti jalan yang telah disiapkan bagi mereka — jalan menuju takdir mereka, jalan menuju kebahagiaan dalam mewujudkan mimpi karena ketidakyakinan, keputusasaan, dan terlebih telah terjebak pada zona nyaman. Karena sebelum mimpi terwujud, dunia akan menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari sepanjang jalan. Bukan karena dia jahat, melainkan agar selain mewujudkan impian, kita juga menguasai pelajaran – pelajaran yang kita peroleh dalam proses mewujudkan impian tersebut. Karena terkadang impian kita bukanlah pada perjalanan akhir (target) kita, namun pada perjalanan mewujudkan impian itu sendiri pada akhirnya.

Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi pemula. Dan setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang“.

* sekilas cuplikan novel sang alkemis dan sedikit penambahan

8

Catatan perjalanan Merbabu – Merapi

Kamis – Jum’at
18.00 – 00.50 : Perjalanan menuju UNS, Solo (Rp 30.000,- / Bus Sugeng Rahayu)
10.03 – 12.25  : Perjalanan ke Terminal Giwangan (Rp 6.500,-/ Bus Sugeng Rahayu)
12.40 – 14.57  : Perjalanan ke Terminal Tidar (Rp 8.000,-/ Bus Sumber Waras)
15.11 – 16.18    : Perjalanan ke Wekas ( Rp 6.000,- )
16.18 – 16.56   : Perjalanan ke pos pendakian wekas (naik mobil/Tiket Rp 4.000,-)
16.56 – 19.20  : Istirahat
19.20 – 20.30 : Pos 1

Jum’at – Sabtu
20.30 – 03.40  : Istirahat malam
03.40 – 04.25  : Pos 2
04.25 – 06.50  : Istirahat
06.50 – 09.30  : Helipad
10.55 – 11.05     : Perjalanan menuju puncak syarif dari pertigaan
11.05 – 11.45      : Perjalanan menuju puncak klentheng songo

1.jpg

12.10 – 12.28   : Perjalanan menuju puncak trianggulasi

2.jpg

13.00 – 15.01 : Pos 3
15.01 – 17.18   : Perjalanan menuju pos pendakian Selo (Merbabu)

3

20.00 – 21.50  : Perjalanan menuju pos pendakian Selo (Merapi/ Tiket Rp 5.000,-)
Sabtu – Minggu
21.50 – 03.35   : Istirahat di base camp
03.35 – 06.45  : Perjalanan menuju pos 2
06.45 – 08.00 : Istirahat

4.jpg

08.00 – 08.25  : Perjalanan menuju Pasar Bubrah

5.jpg

08.25 – 09.55 : Puncak Merapi

6

10.15 – 13.48 : Perjalanan menuju pos Selo
15.45 – 16.45 : Perjalanan menuju terminal Boyolali (Ojek Rp 25.000)
16.45 – 17.35 : Perjalanan menuju terminal SOLO (Bus Royal Safari)
Habis ibadah sholat maghrib berangkat menuju Surabaya dengan bus Sugeng Rahayu.

Ciptakan perencanaan perjalananmu dan kabarkan pada dunia. Bukan untuk menyombongkan diri, namun untuk mempercikan semangat orang lain berkelana untuk memetik hikmah pada setiap langkahnya. ( Isha F. H.)

 

Ciptakan Ceritamu

Pernah terbayang H-3 UAS (Ujian Akhir Semester) nekat naik gunung lintas provinsi? Berani membuat jadwal mendaki 3 hari untuk dua gunung dan setelah itu ikut ujian akhir semester? Hanya orang gila, nekat, dan gak waras kali ya yang sampai segitunya ngrelain mendaki di sisa waktu mendekati ujian!

Dan perkenalkan saya termasuk orang gila, nekat, dan gak waras tersebut. Begini ceritanya, mendekati ujian saya ingin mencoba melakukan tindakan yang lain daripada yang lain. Lebih tepatnya jika yang lain mempersiapkan ujian dengan belajar saya mempersiapkan ujian dengan mencari wangsit di atas gunung (haha ^_^>). Adapun pemilihan lokasi pencarian wangsit saya tidak tanggung – tanggung yakni Gunung Merbabu dan Merapi.

Perjalanan inipun dimulai kamis malam dari Terminal Bungurasih Surabaya. Sebagai salah satu kandidat orang yang akan dicari saat UJIAN saya harus membuat jadwal sebaik mungkin agar bisa kembali di Surabaya senin pagi. Saya memiliki motto untuk perjalanan kali ini “Saya akan lulus ujian jika saya ikut ujian”. Hingga akhirnya bus andalan saya Sugeng Rahayu, membawa raga saya melesat hingga tiba ke pemberhentian pertama saya di kampus Universitas Negeri Solo pada pukul 00.50 WIB. Disini saya memutuskan untuk beristirahat di sebuah musholla kampus. Bersyukur saya masih mahasiswa, karena masa ini merupakan masa paling enak untuk ngelakuin apapun yang disuka terutama yang ada hubungannya dengan PETUALANGAN.

1Gambar1. Suasana pagi di salah satu sudut kampus UNS

Pagi menyingsing, perjalanan kami lanjutkan ke Terminal Giwangan Yogyakarta dan pada hari ini kami tidak bisa menunaikan ibadah sholat Jum’at ( 12.25 WIB saat melihat jam di terminal). “Tuhan ampuni dosa hambamu ini dan lancarkanlah perjalanan pendakian kami”, itulah sepenggal do’a ketika sembahyang dhuhur di musholla terminal. Para pengelana selalu yakin bahwa Tuhan selalu berada di dekat mereka. Misteri Tuhan, sesampainya di gapura menuju pos pendakian kami disambut rombongan petani, kami pun diajak bersama dengan kendaraan bak terbuka menuju lokasi pos pendakian. Tuhan menyambut hamba – hambaNya yang yakin akan KuasaNya. Adapun pos pendakian awal yang saya pilih adalah Wekas, Magelang.

Setelah semua siap alias 3 jam setelah sampai di pos pendakian kamipun meneruskan perjalanan dengan tragedi sarung saya tertinggal (saya ikhlas). Hingga akhirnya kamipun sampai pada tujuan kami yakni puncak Merbabu. Satu hal yang saya ingat di Merbabu, gunung ini adalah gunung yang membuat mata saya terpesona hingga melupakan payah di raga. Jika saya nanti akan menikah dan calon istri saya mau saya ajak poto pre-wed, tempat inilah yang akan saya pilih.
Gambar2. Panorama Gunung Merbabu
Setelah selesai mengucap syukur atas kesempatan kami melihat kemegahan Gunung Merbabu, melalui pos pendakian Selo kamipun melanjutkan perjalanan menuju Gunung Merapi. Merapi tidak kalah eksotis bila dibandingkan dengan Merbabu. Dua gunung ini saling berhadapan, jika kalian mendaki melalui jalur Selo maka saat kalian mendaki Merbabu kalian akan disapa Gunung Merapi dengan keunikan kawahnya begitu pula sebaliknya. Jika Merbabu terbentang hamparan edelweissnya maka di Merapi ini kalian akan disuguhkan dengan panorama indah di Pasar Bubrah. Eits, ini bukan pasar lho ya, namun berupa hamparan luas dan terdapat beberapa batuan yang tertata begitu indah untuk tempat foto apalagi dengan background Gunung Merbabu.
Gambar3. Panorama Gunung Merapi

Pada akhir cerita perjalanan ini sayapun berhasil tiba di Surabaya pada hari senin, namun Tuhan berkehendak lain dengan nasib ujian saya. Esoknya saya divonis terkena demam berdarah dan akhirnya saya harus menjalani perawatan di rumah sakit hingga enam hari. Namun setelah itu saya membayar tuntas dengan mengikuti ujian susulan dan tiada mata kuliah yang diulang.

Satu pesan saya “Petualang sejati akan terus menciptakan ceritanya“. ( Isha F.H )

 

Tapak Suci Ramadhan di Gunung Wilis

Bulan suci Ramadhan tidak menghalangi bagi saya dan teman–teman untuk melakukan aktivitas di alam bebas. Pada hari minggu tanggal 6 Agustus 2012 merupakan perjalanan pertama saya untuk menapaki kebesaran ILahi dalam bingkai Bulan Ramadhan. Indahnya hidup jika kita dapat berkelana untuk mempelajari apa yang bisa dijadikan pelajaran dan arti berbagi.

Perjalanan ke alam bebas bukanlah alasan untuk tidak menjalankan ibadah sholat tarawih di malam bulan ramadhan. Karena ibadah sholat selain dapat menenangkan hati dan pikiran merupakan salah satu rukun islam yang harus kami tunaikan sebagai umat islam. Sebagai bentuk kehambaan kami kepada Allah SWT dan tempat memohon perlindungan salah satunya untuk perjalanan pada hari ini.

Bulan benderang menjadi penerang setia di keheningan malam. Dinginnya suasana pegunungan tak mampu dielakkan dengan hanya menggunakan jaket tebal. Namun canda tawa kebersamaan inilah yang mampu menghangatkan suasana di dholo, malam ini.

Perjalananpun dimulai, pendakian selama 3 jam berakhir di pos terakhir pendakian. Sesampainya di lokasi, kami hanya duduk melemaskan kaki dan bersiap – siap untuk menyiapkan hidangan sahur. Hobi mendaki tidak akan menghentikan semangat kami untuk tetap menjalankan ibadah puasa ramadhan. Bahkan puasa ramadhan akan memberi semangat kami untuk menjalankan ibadah puasa pada hari ini.

Pagipun menjelang, sinar mentari menampakkan kemahadasyatan sinar terangnya. Hingga akhirnya pukul 10.00 WIB kami baru mengayunkan langkah awal untuk mencapai puncak wilis. Hal ini dikarenakan kami baru tidur seusai shubuh. Ketika mata melihat sinar matahari begitu cerah, tiba – tiba timbul rasa keraguan dalam benak kami. Ragu, apakah kami akan kuat menjalankan ibadah puasa pada keadaan cuaca sepanas dan medan ke puncak seterjal ini?

Jalan terjal yang harus dilalui, minimnya teduhan untuk menggapai puncak, membuat tetesan keringat ini bercucuran setetes demi tetes. Bahkan kami harus mengayunkan lutut sampai ke dada, menaiki gunung dengan cengkraman tangan, inilah wilis dengan segala keajaibannya.  Sungguh di luar ekspektasi kami di awal.

Ilalang itu, pohon pinus itu, bunga–bunga itu, butiran tanah itu, batu yang bergelindingan itu adalah saksi bisu yang selalu mendampingi kami untuk dapat mencapai puncak Gunung Wilis. Rasa capek, hembusan nafas tak beraturan ini, terbayar lunas ketika pada akhirnya kami tiba sampai di puncak Gunung Wilis yang ternyata sangat rindang. Inilah pengalaman pertama saya mendapati teduhan vegetasi di puncak. Sehingga membuat nyaman  badan untuk sekedar merebahkan diri sejenak bak hotel bintang 5.

1Gambar1. Puncak Wilis dan Team Pendakian

Perjalanan untuk menapaki puncak memang seru dengan halangan–halangan yang bervariasi namun perjalanan turun pun tidak kalah heroiknya. Salah melangkah atau gegabah dapat mengakibatkan kita terperosok pada jurang yang amat dalam. Hal ini dikarenakan sisi kanan dan kiri adalah jurang yang dapat mematahkan lengan–lengan kekarmu. Namun hal inilah yang memacu adrenalin dan membuat pikiran tentang puasa teralihkan (tidak memikirkan perut yang kosong).

2Gambar2. Eksotisme Gunung Wilis

Selangkah demi selangkah, setapak demi setapak perjalanan untuk mengagumi kebesaran Ilahi harus berakhir tepat pada pukul 17.45. Tepat di waktu itu kami berada di titik finish pendakian untuk menunaikan buka puasa. Tetesan keringat itu akhirnya terbayar lunas dengan tetesan air wilis yang membasahi kerongkongan.

Petualang sejati tidak mengenal puasa sebagai hambatan dan orang yang beriman tidak mengenal pengembaraan sebagai alasan tidak menunaikan ibadah. ( Isha F.H)

Teruntuk sahabatku 110

Selamat wisuda rekan…

Keluar dari graha adalah awal,

Awal kalian belajar dengan kaki sendiri,

Tiada dosen pendamping yang menemani,

Arah kehidupan terpampang bak selembar layar putih di hadapan mata,

Entah kalian akan ke belakang, serong ataupun maju ke depan,

Itu pilihan kalian dalam menentukan,

Gelar yang telah tersemai di nama kalian,

Akan menambah pengharapan bagi jutaan masyarakat,

Menunggu uluran pemikiran kalian,

Untuk meyuarakan hak – hak mereka,

Merealisasikan amanah UU,

Mencerdaskan kehidupan bangsa,

Mensejahterakan seluruh komponen masyarakat,

Bukan semata – mata untuk beberapa golongan,

Apalagi hanya untuk ego sesaat,

Rekan, selamat atas perjuangan kalian di kampus perjuangan,

Namun perjuangan yang sebenarnya barulah dimulai,

Tujulah jalan kalian masing – masing,

Hingga waktu akan menuntun kita kembali pada satu peraduan,

Untuk menceritakan semua pengalaman kita masing – masing,

Aku akan mendengarkan bait demi bait cerita penuh makna,

Saat waktu itu datang.

Teruntuk sahabatku,

Dari hati terdalamku,

Isha Frandika H.
339/S

*) Pesan untuk semuanya termasuk diri sendiri pada suatu waktu di Bulan September 2014

 

Laskar Muda Beraksi (LMB) Surabaya

1.jpgGambar1.Keluarga LMB Surabaya

Cerita ini berawal dari dipertemukannya 13 pemuda pemudi yang beruntung bisa kuliah di Surabaya dan diterima menjadi salah satu laskar muda. Sebuah program kerjasama antara Darya Varia dengan Palang Merah Indonesia. Kami bertiga belas menjadi agen untuk memberikan informasi tentang kesehatan dan kebencanaan di tiga kabupaten di Jawa Timur (Madiun, Ponorogo dan Jember). Kisah ini amatlah mengharukan, bukan masalah kami menjadi laskar muda tetapi kami telah menjadi saudara yang tak terpisahkan oleh jarak dan waktu.

Entah dari mana saya harus memulai, karena kegiatan ini sudah berlangsung tiga tahun lalu. Diantara kami masih ada yang menunggu masa wisuda, baru di wisuda, bekerja, dan bahkan sudah ada yang menikah. Perkenalkan saya Isha Frandika salah satu cowok di laskar muda Surabaya dan merupakan satu satunya orang dari ITS. Tidak banyak yang ingin saya ceritakan selain hanya ingin mengenang masa – masa indah bersama mereka.

Masih teringat pada suatu hari saya harus menemani tiga srikandi untuk survey ke Madiun dengan sepeda motor. Tidak terbayangkan harus pulang – pergi (pp) Sby – Madiun bersama srikandi luar biasa. Parahnya pada perjalanan pulang kami harus istirahat di SPBU dan tertidur tepat di depan pintu toilet. Oeya saya juga masih ingat kejadian saat diantara kami ada yang ulang tahun saat kegiatan di Jember. Senang rasanya bisa melihat tangis kebahagiaan dari seseorang yang sebut saja Lia.

Disini saya banyak belajar tidak hanya tentang masalah kesehatan, persahabatan, namun juga mulai mendapatkan hobi baru yakni memberi semangat belajar kepada anak – anak. Cerita boneka, superman wush, layar tancep, senam bareng, budaya cuci tangan, materi kelas, dan masih banyak lagi cerita dengan anak – anak. Oeya, tidak lupa pula saat di Jember kami bersama anak – anak sering bermain bersama di kebun karet. Pengalaman indah yang tidak akan bisa saya lupakan.

Kegiatan kami selain memberikan pengetahuan kesehatan dan pertolongan pertama kepada para siswa, juga melakukan pengobatan gratis, penanaman toga, hingga simulasi kebencanaan. Bahagia rasanya bila melihat orang lain berbahagia. Kiranya masa mahasiswa haruslah diisi dengan kegiatan belajar hati, bukan hanya semata belajar di ruangan dengan diktat – diktat. Perkembangan otak dan nurani haruslah seimbang, agar kelak mahasiswa menjadi pribadi teladan saat menjadi generasi pengganti di negeri ini. Malam ini – sembari mengisi waktu luang, saya hanya ingin menuangkan beberapa ingatan pada tulisan singkat ini. Sehingga bagi yang membacanya dapat menambah inspirasi. Semangat beraktivitas wahai anak muda! Bermimpilah besar dengan tindakan kecil yang nyata.

Gambar2. Suasana Pelatihan di Bandung

Gambar3. Kegiatan di Tahun 2011

Gambar4. Kumpul keluarga LMB Surabaya di Surabaya

19Gambar5. Pernikahan Salah Satu LMB Surabaya

a.jpg

Gambar6. Aktivitas temu kangen tahun 2016 di Malang ( Baksos )

Gambar6. Aktivitas temu kangen tahun 2016 di Malang ( Mbolang )

Tidak hanya membuat acara saat pasca pelatihan, namun batin kami terasa dan tergerak bahwa melakukan hal baik tidak ada batasannya. Bisa kami lakukan kapanpun dan dimanapun. Salah satunya, pada waktu acara temu kangen kami memutuskan untuk melakukan hal kecil yang kiranya dapat bermanfaat bagi orang lain sembari melakukan perjalanan alias mbolang.

Masa muda masa belajar menyeimbangkan pikiran dan perasaan untuk perubahan kecil yang nyata. ( Isha F.H.)

Nb : Catatan Bulan Oktober 2014 dengan penambahan

NOSTALGIA TERINSPIRATIF KING #2

Tubuhku terbawa pada sebuah masa…

Masa yang tak mengenal batas

Ketika impian tinggi begitu nyata

Kini, aku terdampar

Lorong waktu membawa raga dan pikiranku

Bersama mimpi usang itu

Melayang dan menghujam di sebuah desa

Lantas kuhanya bercerita

Tatkala putih merah membalut raga

Kusampaikan nostalgiaku

Agar kelak kau dapat sepertiku

Bernostalgia sembari berbalut mimpi di ragamu

Dua puluh sembilan september dua ribu empat belas”, tanggal yang tidak akan terlupa. Sebuah momen spesial dalam kehidupan kami. Kembali ke sebuah tempat bersejarah, sebuah tempat yang bernama sekolah dasar.

Pagi itu sungguh beruntung karena kami tidak terlambat mengikuti upacara bendera. Sebelum upacara dimulai kami menyempatkan untuk bernyanyi bersama di bawah pohon mangga depan sekolah.  Sebuah nostalgia yang sempurna, kami menyatu dengan para siswa.  

Namun hati langsung tersayat ketika kakak kelas enam tidak mampu mencontohkan perilaku yang baik kepada adek kelasnya. Duduk di belakang disaat adek – adek yang lain berdiri dan bernyanyi bersama. Itulah yang sekilas teringat disaat upacara dimulai dan baitan lagu Indonesia Raya berkumandang dengan khidmat. 

“…Hiduplah tanahku hiduplah negeriku bangsaku rakyatku semuanya bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk indonesia raya…”

Pendidikan sejatinya tidak hanya mengajarkan sebatas materi pelajaran namun harus mampu memberikan teladan karakter, terlebih kebebasan dalam membangun impian. Berbicara mengenai impian, inilah salah satu alasan kami : Ratu A. (apoteker), Adit (penyiar radio), Winarsih (guru BIG), Doni P. (Photographer) , Najib (Photographer) dan dua mahasiswa bernama Isha F. Dan Sri W. untuk datang kembali ke sekolah dasar.

Dibagi tiga kelas, para profesional mulai bekerja sesuai ranahnya masing – masing. Ratu, Adit dan Winarsih mengajarkan profesi mereka masing – masing secara bergantian. Kemudian tidak kalah hebohnya sambil mengabadikan momen inspirasi kedua potograper juga sekali – kali mengenalkan mengenai photography.

Ibu win dengan semangatnya mengeluarkan berbagai macam buah – buahan. Buah tersebut dijadikan sebagai metode pengajaran kepada anak didik tentang bahasa Inggris. Watermelon apa bahasa indonesianya anak – anak, “melon berair”, ujar anak – anak. Watermelon adalah eng..ing..eng..dari sebuah kantong ajaib Ibu Win mengeluarkan buah semangka.

1.JPGGambar1. Bu win saat mengajar

Tidak kalah seru di kelas sebelah mas Adit memperkenalkan profesi penyiar kepada para siswa. Dengan peralatan siaran sederhana, diharapkan anak – anak dapat langsung mempraktekan menjadi seorang penyiar. Berbicara di mic dan mendengarkan suaranya sendiri melalui headset yang dipasang dikedua telinga. Beberapa diantara siswa sangat berantusias hingga menyoba beberapa kali namun ada juga yang tidak mau mencoba karena malu.

2.JPGGambar2. Mas Adit melatih siaran

Tidak mau kalah dengan dua profesional lainnya, mbak Ratu juga memiliki trik tersendiri dalam mengenalkan profesinya. Sebagai apoteker rasanya obat – obatan merupakan barang yang tidak asing baginya. Dan ternyata media ini yang dibawa mbak ratu untuk mengenalkan profesinya. Tidak hanya itu para siswa disuruh praktek untuk membuat ramuan obat. Metodenya sederhana, berbekal materi yang telah diajarkan para siswa menuliskan racikan obatnya masing – masing dalam sebuah kertas untuk menyembuhkan sakit panas. Lantas dari tulisan itu para siswa membuat miniatur pesawat dan menerbangkannya untuk melawan penyakit.  

3.JPGGambar3. Mbak ratu dan racikan pesawatnya

Sementara para profesional memberikan inspirasi di kelas, para fasilitator menyiapkan konsep untuk penutupan acara. Origami impian yang akan dipajang di kelas, menerbangkan balon, dan penanaman tanaman itulah konsep yang diusung. Adapun alasan pemilihan konsep ini agar para siswa tetap mengingat impian mereka. Impian yang sangat tinggi laksana terbangnya sang balon. Namun tetap mengakar kuat dalam bumi sebagai perwujudan agar kita tidak menyombongkan diri di kemudian hari setelah mimpi kita terwujud

Gambar4.  Penanaman dan saat foto bersama

Dan, inilah kami…6.JPGGambar5. Inspirator SDN Bajulan 3 di KI Nganjuk

Nb : Catatan Bulan Oktober 2014