Biji Harapan KING #1

Hidup penuh dengan keajaiban yang tidak bisa diramalkan sebelumnya. Demikian pula dengan pertemuan tiga orang ini. Meskipun terlahir dari rahim kota yang sama namun kami baru mengenal sekitar beberapa bulan yang lalu (17/05/2014). Meskipun diantara kami ada yang satu almamater, namun baru tersadar setelah bertemu. Pertanyaannya, darimana kami kenal? Jawabnya sederhana, Tuhan telah menakdirkan kami untuk memulai petualangan kami menggagas “Kelas Inspirasi Nganjuk (KING)”.
5.jpg
Gambar1. Mbak Vivi (PM IV), Isha (Mahasiswa), Rahayu (Mahasiswa)
    6.jpg
Gambar2. Logo Kebanggaan KING

Kelas inspirasi adalah sebuah gerakan mengajar sehari oleh para profesional untuk memberikan pengetahuan, pengalaman mengenai profesi serta motivasi meraih cita kepada anak sekolah dasar (cek disini). Setelah panjang lebar bercerita di East Coast, Surabaya, akhirnya kami memutuskan untuk mengawali gerakan ini. Didasari atas niat untuk memberikan bakti kepada kota kelahiran. Di tengah kesibukan bukanlah penghalang bagi kami untuk bergerak meskipun tidak mudah. Namun, tekad ini terbayar dengan terbentuknya panitia inti KING. Entah berapa banyak yang daftar pada saat itu namun inilah mereka saat welcome party. Ini pertanda : Yeah! Kami siap!

7.jpg
Gambar3. Keluarga KI Nganjuk (KING)

KING adalah gerakan pertama yang diadakan di Nganjuk, entah bagaimana respon masyarakat mengenai gerakan ini hanya Tuhan yang tahu. Bahkan, sebagian besar dari tim pengonsep juga masih mengambang mengenai konsep gerakan KI yang akan diselenggarakan di Nganjuk ini. Namun kami meyakini bahwa yang terpenting saat ini bukanlah hasil melainkan tahu apa yang harus dilakukan. Silih berganti berbuat, silih berganti berkeringat, walau terkadang harus bersilat lidah namun keyakinan keberlangsungan kegiatan ini sangat besar.

Waktu adalah sahabat terbaik untuk menunjukkan seberapa jauh langkah dan amanah kami untuk mewujudkan kegiatan KING. Karena waktulah yang mempertemukan sekaligus memisahkan. Dialah pengkader terbaik dalam kehidupan manusia. Hal ini menjadikan pasang surut semangat kami, terlebih disaat ditinggal rekan yang tiada kabar entah kemana (aku merindumu!).

Perjuangan ini ibarat menanam biji di dalam tanah. Kita harus bersabar apakah biji tersebut akan bertunas atau tidak. Tuhan menakdirkan, namun manusia tetaplah mampu menentukan nasibnya. Biji KING telah kami tanam, namun apakah ada yang menyiangi, memupuk, dan sabar merawatnya hingga bertunas? Entahlah.

Bulan silih berganti, perjalanan ini tetap kami lanjutkan dengan kekuatan serta kesabaran yang tersisa. Tindakan nyata tetap kami lakukan sebisa mungkin. Mulai dari persiapan kegiatan dengan mendengarkan opini orang yang pernah terlibat sebelumnya. Turun langsung ke lapangan (alun – alun), siaran radio (RSAL dan Nida FM), hingga mendatangi para profesional Nganjuk ke rumahnya untuk mengenalkan KING sekaligus menyeret mereka kepada gerakan positif ini. Entah ada ataupun tiadanya hasil, kami tetap melakukan dengan sukacita walau terkadang menyayat hati kecil.

 Gambar4. Sekilas Perjuangan KING

Sekolah marginal atau dapat dikatakan sekolah pinggiran adalah salah satu alasan kami memutuskan untuk memilih target sekolah di selatan Kabupaten Nganjuk. Hal ini dikarenakan daerah selatan merupakan daerah pegunungan, yakni deretan Pegunungan Liman dan Limas. Dimana akses informasi kepada anak didik mengenai keberagaman profesi masih sangat minim. Hal ini dibuktikan dari survei di SDN Bareng 4, kebanyakan dari mereka hanya bercita – cita menjadi dokter, petani dan guru. Padahal masih banyak profesi yang bisa mereka jadikan cita – cita di kemudian hari.

Pembelajaran yang paling berharga adalah pengalaman dan pengalaman yang paling mengesankan itu adalah bersama keluarga, yang kusebut dengan KING”.

Dikarenakan akses menuju lokasi begitu sulit dikarenakan medan yang menanjak disertai jalan yang seadanya membuat kami harus berhati – hati dalam mensurvei lokasi. Karena inilah cerita itu tergores dalam ingatan kami, sebuah kisah yang tentunya tidak dapat dilupakan. Berawal dari kesepakatan untuk menetapkan sekolah sasaran. Kamipun dalam waktu sehari harus mengunjungi tujuh sekolah yang telah ditetapkan (meliburkan diri di tengah kesibukan, salut!). Lantas kami harus menerjang barisan perbukitan dengan motor dan beberapa pengemudinya adalah perempuan. Hingga terjadilah insiden yang mungkin akan menjadi rahasia kami sekeluarga, namun saya masih memiliki foto narsis pasca insiden.

8.jpg Gambar5. Pasca Insiden di Tanjakan Impian

Saya namakan tanjakan ini “tanjakan impian“, karena jalan menuju impian pastilah terjal dan menanjak. Namun, hal itulah yang menjadi bumbu menuju kesuksesan untuk mencapai impian dan yang akan kita rindukan dimasa mendatang. Karena dimanapun kita dilahirkan, impian kita harus berada di satu tempat yang sama di atas langit, indah bersama para bintang.

Mendekati hari H semakin kompleks masalah yang kami hadapi. Masalah kecil namun sangat membekas, pembelajaran tentang ketulusan. Ketulusan melepas bagian dari saudara kami yang sudah tidak dapat berperan di KING dikarenakan beberapa alasan. Ketulusan untuk tetap memperjuangkan KING dengan keluarga yang tersisa (tengok kanan – kiri). Ibarat lantunan lagu yang dinyanyikan alm. Chrisye “Badai pasti berlalu”, kami sekarang sedang diterjang badai bertubi tubi yang bernama badai keyakinan. Keyakinan tentang biji KING yang telah kami tanam. Adakah yang merawat hingga akhir? Akankah bertunas? Lantas jika bertunas, seperti apa tunas yang kemudian muncul? Wujud dari ketulusan ini menjadi pertaruhan nyata nasib manusia dengan takdir Tuhan.

…Bersambung…

Sesuatu yang belum terlihat nyata memang begitu sulit untuk dijelaskan terlebih diperjuangkan. Namun kami tidak mempunyai alasan lain selain memperjuangkan. (Isha F.H)

Nb : Catatan Bulan September 2014

Pemicuan, Bodag 100% Bebas BABS

Hai para pembaca setia, sudah pernah mendengar istilah BABS? BABS adalah singkatan dari buang air besar sembarangan. Masih sering melihat masyarakat BABS di lingkungan sekitar kalian? Jika masih ada, saya mempunyai sedikit pengalaman yang bisa saya ceritakan tentang sebuah kegiatan untuk mengatasi kebiasaan BABS. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama antara UKM KSR PMI ITS dengan DINKES Provinsi.
Kegiatan ini dikenal dengan istilah STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). STBM merupakan bentuk pendekatan merubah pola hidup masyarakat menjadi lebih bersih dan sehat. Adapun metodenya dinamakan pemicuan. Pemicuan hampir mirip dengan penyuluhan namun pendekatan yang digunakan berbeda. Karena masyarakat digiring untuk paham sesuai realita yang ada di masyarakat setempat.
Pada acara ini dibagi beberapa kelompok dan saya diamanahi menjadi krombong di Kelurahan Bodag. Adapun satu tim / rombongan berjumlah 6 orang (semua berjas almamater ITS kecuali saya memakai jaket hitam). Akan saya perkenalkan satu persatu       ( dari kiri ) : Rohim, Isha, Sandya, Desi, Hafid, dan Resti. Adapun yang berbaju batik adalah masyarakat desa Bodag yang membantu kami selama berkegiatan di desa tersebut.
Gambar1. Foto bersama di Puskesmas Kec. Ngadirojo

Gambar2. Foto dulu sebelum beraksi

Tibalah hari yang ditunggu – tunggu karena pemicuan akan dimulai. Sekali lagi ini pemicuan, bukan penyuluhan. Jadi disini kita mendekati warga yang belum sadar akan hidup sehat bukan dengan memberinya materi. Namun lebih pada pendekatan personal kepada warga kenapa masih bersikap acuh tak acuh terhadap BABS. Pada kegiatan pemicuan tidak ada yang namanya menggurui dan digurui, tidak ada yang lebih tahu dan tidak tahu, karena kita juga belajar dari masyarakat setempat.
Adapun teknik pemicuan berdasarkan versi saya, yang mungkin bisa dijadikan referensi tambahan adalah jangan lupa memperkenalkan diri beserta maksud dan tujuan kedatangan. Pada sesi ini, serius merupakan kata kunci agar masyarakat tidak memandang kita sebelah mata. Hal ini penting supaya apa yang kita sampaikan diperhatikan oleh masyarakat. Pada sesi berikutnya, kita dituntut untuk 180 derajat berubah total agar kita dapat membaur dengan masyarakat sebelum pemicuan agar tidak terkesan bernuansa formal dan kaku. Hal yang bisa dilakukan bisa dengan ice breaking atau memakai bahasa yang tidak formal ( ijin dulu pada warga ).
Pada saat pemicuan dimulai kita harus menyepakati dulu istilah umum tinja untuk masyarakat setempat. Kalau di Bodag kata yang paling umum adalah “tai”. Nah, tanyakan kepada warga lokasi mereka melakukan hajat membuang “tai” nya tersebut. Hal ini penting untuk memberikan visualiasasi lokasi tersebut kepada warga.
Ternyata di Desa Bodag tempat favorit untuk melakukan ritual BAB berada di sawah dan sungai bagi mereka yang tidak memiliki WC. Bahkan ada juga warga yang telah memiliki WC namun tidak digunakan. Hal ini dikarenakan faktor kebiasaan yang telah mendarah daging.  Alasannya sangat menggelitik, seperti yang diucapkan salah seorang warga, “mas kalau tidak BAB di sungai tidak bisa keluar“. Hal tersebut menyebabkan seluruh ruangan riuh dengan gelak tawa sekaligus membuat saya pusing dibuatnya.
 Gambar3. Tim Pemicu
Dalam pemicuan jika ada masyarakat yang BAB sembarangan kita wajib memberikan gambaran visual. Sehingga kalian membutuhkan media peta keadaan sekitar (bisa dibuat di lantai/gambar kertas/sekreatif kalian), untuk menunjukan lokasi mereka melakukan rutinitas BAB. Kemudian jangan lupa membuat alur cerita agar warga terkesan malu, jijik, dan takut untuk BABS setelah acara selesai. Disini intinya, kita mengarahkan warga setempat agar malu dengan kebiasaan mereka BABS.
Bagaimana cara melakukannya? Salah satu caranya dengan berargumen, “apakah saudara tidak malu apabila waktu BAB ada yang mengintip?” Atau dengan pertanyaan, “apakah para warga tidak jijik jika sungai yang dibuat nyuci, dikasih “tai” oleh warga lain?”, “apakah warga tidak takut terkena diare?”,dll. Penjelasan dengan alat peraga akan menambah nilai tambah pada tahapan ini. Seperti warga disuruh cuci tangan dengan air yang telah dikasih kotoran alias “tai” tersebut. Hal inilah yang akan mendorong masyarakat sendiri sadar dan tergugah untuk menyadarkan masyarakat lainnya.
Kemudian pada sesi inilah yang paling seru yakni ketika membahas tentang kesimpulan. Sungguh budaya timur kita sebagai bangsa Indonesia masih belum luntur di telan modernisasi. Pembahasan berlandaskan musyawarah untuk mufakat dan rasa “gotong royong” masih kental melekat di Desa Bodag. Hal ini terlihat dari salah satu saran warga yang berpendapat, mari setiap sabtu / minggu kita bergotong royong. Untuk masalah dana jika yang bersangkutan belum memiliki dana, kita carikan dari program pnpm.
Hingga akhirnya keputusan untuk bergotong royong diambil secara mufakat. Dengan pemahaman bahwa Desa Bodag harus bebas BABS. Saran tersebut diabadikan pada sebuah tulisan yang ditandatangani kepala desa dan perwakilan masyarakat.
  
Gambar5. Kesepakatan Hitam di Atas Putih
Sebelum menutup acara hal yang perlu dilakukan adalah memberikan apresiasi kepada warga yang mau merubah pola hidupnya dengan tepuk tangan meriah. Sebelum meninggalkan lokasi pemicuan jangan lupa membersihkan ruangan seperti sedia kala dan berpamitan secara sopan dengan para warga.
Akhir kata saya ingin melantunkan kata – kata ajakan, jika saya bisa tentunya kalian pasti bisa. Ayo! Bergerak untuk mewujudkan Indonesia bebas BABS. Hal tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri dan lingkungan terkecil sekitar kita.
Pesan saya, hendaknya pada  acara – acara berbasis masyarakat kita memegang prinsip, Kedatangan kita bukan sebagai pemberi solusi tetapi sebagai penengah agar masyarakat bisa memberikan solusi sendiri atas permasalahannya, istilah kerennya biar gak berpangku tangan atau dari masyarakat untuk masyarakat”. 

Karena kita “Sang Jagoan”

Sekian lama sudah tidak berpartisipasi pada kegiatan sosial kini rasanya adrenalin untuk melakukan hal tersebut kembali terpacu. Akhirnya wadah untuk menyalurkan adrenalin itu ada pada acara health for kid. Acara yang digagas oleh UKM KSR PMI ITS ini dilaksanakan di SD keputih kejawan. Acara yang memiliki peran untuk mengenalkan phbs kepada anak – anak ini sungguh luar biasa mendapat antusias dari para siswa.

Gambar1. Acara di kelas

Ngomongin PHBS, sudah pada tahu apa artinya belum? PHBS adalah singkatan dari perilaku hidup bersih dan sehat. Pada penyuluhan ini para siswa akan diberi pengarahan mengenai hidup bersih dan sehat. Meliputi pemakaian jamban saat BAB, menggunakan air bersih, olahraga teratur dan terukur, mencuci tangan dengan sabun, membuang sampah pada tempatnya dan pemberantasan jentik nyamuk.

Berkesempatan menjadi pemateri tidak saya sia – siakan untuk membagi ilmu kepada adek adek di sekolah dasar. Meski pada mulanya sulit untuk dikondisikan namun perlahan semuanya bisa diatasi. Dengan jargon sang jagoan, anak anak mulai berantusias dengan kegiatan ini.

Sang Jagoan!
Aku sehat (A)
Aku kuat (A)
Belajar!
Jadi mantap (A)

Hal menarik ternyata anak SD sekarang sudah mulai paham mengenai waktu gosok gigi teratur, hal ini dibuktikan dengan bisa menyebutkan waktu yang baik untuk gosok gigi yakni setelah makan dan sebelum tidur. Tidak hanya menebak, para anak SD juga mampu untuk menjelaskan alasan dari jawaban yang mereka lontarkan. Selain itu mereka juga telah mampu memperagakan cara gosok gigi yang baik dan benar, bahkan satu diantara mereka sangat paham dengan menyebutkan “tidak lupa lidah juga perlu digosok”, sesuatu yang sangat membanggakan.

Antusias pengenalan budaya bersih dan sehat sangat perlu ditanamkan sejak dini. Hal ini untuk membuat mereka terbiasa melakukan hal positif di masa pertumbuhan dan akan dibawa saat mereka telah dewasa. Mari kita berbagi untuk sesama, menularkan semangat positif untuk antusias melakukan perubahan di negeri tercinta ini.

Mari mengawalinya dari hal kecil dan aksi nyata yang kita bisa lakukan.

4

Gambar2. Poto bersama setelah kegiatan

Menyeka Air Mata Ibu Pertiwi

Mendengar nama Indonesia, apa yang terlintas pada benak kalian? Banyak istilah yang dinobatkan pada negara kepulauan ini. Salah satunya adalah Jamrud Khatulistiwa. Sebuah cuilan surga yang Tuhan hamparkan pada garis lintang 0 derajat.

Bagaimana tidak, kolaborasi warna sangat indah dipandang. Lautan luas menyelimuti 3/4 luasannya. Warna hijau menutup tanah suburnya hingga coretan warna jingga pada kala senja. Tak akan bosan mata memandang dari peraduaannya di Sabang hingga ke Merauke.

Tidak hanya itu, lantunan intonasi nada selalu riuh merdu diperdendangkan. Sahut meyahut burung – burung kala fajar, selaras dengan derai angin menyibakkan nyiur melambai di pantai atau pucuk pinus di pegunungan.

Semakin lengkap dengan ditambahkan aksesoris biodiversitas yang beraneka ragam. Ajaibnya, tempat berpijaknya tidak hanya subur namun juga dipenuhi tambang mineral. Negara macam apa ini?

Maka tidak salah apabila koes plus dalam sebuah lagunya mendendangkan sebuah bait “orang bilang tanah kita tanah surga tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Berdasarkan data yang ada, flora di Indonesia diperkirakan sekitar 25.000 atau 10 persen dari flora dunia. Dimana 40 persennya merupakan jenis endemik atau dengan kata lain hanya dapat ditemukan di Indonesia. Kado dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan cuma – cuma kepada penduduknya.

Lantas apakah kita telah mensyukuri nikmat Tuhan yang sungguh amat luar biasa ini? Mari kita baca sekilas beberapa fakta yang ada tentang tanah surga ini.

Kerusakan hutan terjadi dimana – mana baik yang dikarenakan pembalakan liar, pembakaran, hingga alih fungsi lahan. Berdasarkan catatan kementerian kehutanan sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2 persen hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Hingga akhirnya pada tahun 2007 Indonesia mendapatkan Guinness Book of World Records dalam hal laju deforestasi tercepat di dunia.

Indonesia yang dikenal dengan paru – paru dunia terbesar kedua kini sudah berbalik keadaannya. Bahkan pada musim kemarau Indonesia menjadi pengekspor GRK (gas rumah kaca) terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Cina. Hal ini dikarenakan pembakaran hutan yang tidak terkendali.(http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/hutan-dan-perubahan-iklim/ ).

Hal ini menyebabkan banyak spesies yang kehilangan tempat tinggalnya. Banyak yang keluar dari habitat yang telah rusak untuk mencari makanan, namun di luar habitat tsb mereka telah disergap racun, tombak, dan berbagai senjata lainnya. Dalihnya sungguh sederhana, karena mereka merusak ladang / tempat mata pencaharian warga. Sebenarnya siapa yang memulai, sebenarnya siapa yang menjadi korban, mereka adalah makhluk tak berdosa yang divonis berdosa begitu saja.

Hal ini diperparah dengan pengekploitasian sumber daya laut yang tidak terkendali. Penggunaan bom ikan hingga pukat harimau. Tidak hanya memusnahkan spesies lebih cepat namun juga telah merusak habitat dari spesies tersebut berada.

Tidak hanya hutan dan laut yang dijarah sampai ke akar jantungnya. Namun tanah subur dengan sengaja disuntikkan pupuk kimia pada tiap pori – porinya. Ajaibnya sebuah bukit dijadikan gua raksasa di dalam bumi hanya untuk memuaskan hasrat makhluk bernama “manusia”.

Pertanyaan yang muncul, apakah harus dengan cara seperti itu untuk mencari sesuap nasi di tanah surga? Merelakan sesuatu demi mendapatkan sesuatu. Surga bagi makhluk tertentu dan di sisi lain neraka bagi makhluk lainnya. Ingat, Tuhan tidak menciptakan bumi hanya untuk manusia semata. Namun untuk semua biodiversitas agar dapat hidup berdampingan.

Melihat kenyataan ini, mengingatkan pada sebuah lirik lagu ciptaan Ismail Marzuki, “Kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati, air matanya berlinang mas intannya terkenang”. Sebuah peringatan dini tentang sebuah masa depan, masa depan tanah surga. Dimana 20 tahun kedepan tanah surga bisa saja hanya menjadi bagian sejarah Indonesia. Sejarah tentang keanekaragaman yang hanya bisa dibangga banggakan lewat tulisan dan gambar.

Maka dari itu tidak ada kata terlambat untuk menggaungkan semangat “protect paradise. Semangat sebagai putra putri dari ibu pertiwi menjaga harta pusaka biodiversitas nusa dan bangsa ini. Mengembalikan harkat, martabat, dan kejayaan bangsa sebagai bukti nyata bahwa negara memang berdaulat secara penuh di negaranya. Bagaimana kita dapat dianggap bangsa yang berdaulat jika melindungi hutan, laut, dan keberagaman biodiversitas saja tidak bisa. Bukan saatnya lagi berpangku tangan mari bersama sama berbuat untuk menyeka air mata ibu pertiwi tercinta.

 

Pasrah

Berandai aku
Di heningnya malam
Hingga,  terlarut dalam bait – bait kehidupan
Melarutkan batangan emosi
Dalam pengharapan

 

Adakah segenggam keberanian
Untuk sesaat
Mendekat dalam buaianmu
Dalam bait – bait yang ku rangkai
Dalam kesederhanaan mimpi yang akan ku urai
Bersama indahnya makhluk Tuhan
Seperti mu

 

Ketahuilah, goresan yang menari – nari ini
Pertanda secercah asa
Yang ingin kukabarkan
Entah,  terbaca atau terserak
Tak apa bagiku

 

Ketahuilah, dua bola mata
Mampu meluluhkan kalbu
Yang terdiam dalam keheningan
Dan sekejap
Memporak porandakan
Saat aku tersadar

 

Aku, kau dan takdir ini
Biarlah jadi misteri
Dan biarlah seperti ini
Hingga Tuhan mengadili

 

 

Sebuah Arti

Saat matahari
Tak jadi sahabatku tuk mengenalmu
Ku berharap
Senyuman hangat itu
Tetap berpendar walau di dua dunia
Bukanlah raga yang kuingini
Hanya setetes kasih
Yang ingin kucicipi

 

Jika benar
Matahari tak jadi sahabatku
Tuk menjumpaimu
Senyuman hangat itu
Ibarat kunci
Bukakan secuil arti
Tentang rasa yang lama ku cari

 

Dan jika benar
Matahari enggan
Menjadi sahabatku
Kutitipkan sebuah pesan
Tuk mengungkapkan sebuah teka-teki
Pada hembusan angin
Walaupun lirih perlahan
Kuharap mampu menyentuh hingga lerung hatimu
Menyadarkan keberadaanku

Sang Jagoan

Bak mendung  hinggap di pelupuk matamu
Menetes hingga membasahi rona garis wajahmu
Perlahan membasahi lika liku sapu tangan biru
Apa yang kiranya kau pilukan kala itu
Hingga  tersisa bingkai tak berisi

 

Kini,
Tiada lagi yang mengahalangimu
Kau pemegang tahta abad ini
Bergembiralah
Kau menang, menang, ia kau menang
Apalah arti ilalang dan rerumputan
Kau menang, menang, bergembiralah

 

Tangan-tangan kekarmu telah mampu mengibarkan bendera kemenangan
Bendera putih yang menjulang
Menampar sang gerhana malam
Wahai jagoan
Kau ada tapi tiada
Bergembiralah

Terselip Makna di Setiap Perjalanan

Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya kami memutuskan nge date di sebuah kampus ternama di Indonesia. Lebih tepatnya reunian di kampus tetangga. Maklum korban iklan ” rumput tetangga lebih hijau “. Lebih hijau karena memang kampus tetangga ini lebih rindang dari kampus kami. Tapi sih, alasan memilih kampus ini karena lokasi nya yang lebih deket dibandingkan harus melintasi antar provinsi untuk reuni di kampus tercinta.

Setelah puas nge-date kami memutuskan untuk balik karena pukul sudah menunjukkan 19.xx lebih. Akhirnya kami membeli tiket krl dari stasiun UI dengan tujuan stasiun Kalibata. Eh, akhirnya ketahuan juga nama kampus tetangganya. heee.

Lucunya, entah angin darimana tiba tiba kami berubah pikiran. Because of long time no see effect kami memutuskan untuk menuju Bogor. Maklum bertepatan dengan malam minggu, jadinya makin romantis deh. Tanpa pikir panjang kami akhirnya naik krl tujuan Bogor.

Kejadian ini yang tidak bisa dilupakan, setibanya di Bogor saya tidak bisa keluar. Panik banget rasanya, yang lain pada mulus keluar saya tidak bisa keluar. Padahal saya punya kartu / tiket. Dicoba ditempelkan pada pintu otomatis beberapa kali ( sampai keluar keringat dingin) hasilnya tetap tanda silang warna merah.

Apa yang salah dengan kartu ini Tuhan. Ternyata setelah saya check sebelah, sahabat saya juga mengalami hal yang sama. Yeay, ada temannya dan agak begitu lega, walau masih tetap belum bisa keluar dari stasiun Bogor.

Tik tok tik tok, sekian lama kami terperangkap, akhirnya ada petugas yang datang menghampiri. Bim salabim, dengan memakai kartu yang dimiliki petugas dan ditempelkan pada pintu otomatis hasilnya berbeda dengan punya kami. Kali ini hasilnya tanda centang berwarna hijau. Lega, akhirnya terbebas juga alias bisa keluar dan untungnya tidak ada yang mengenali wajah kami. Biar kami dan kalian para pembaca yang tahu kisah ini. Heee.

Pertanyaan besar muncul, ” kenapa kartu / tiket kami kami tidak bisa digunakan?

Apakah ada yang bisa menebaknya? Akan ada hadiah besar jika benar menebaknya. Hadiah berupa ucapan “Selamat, anda benar dari penulis“.

Nah, daripada kalian berandai – andai yang akhirnya kalian memeras pikiran demi jawaban penting ini. Saya kasih petunjuk deh, petunjuknya baca tulisan ini sampai kelar ya. OK! mari kita lanjutkan membacanya.

Apakah faktor karena kami bukan penduduk Bogor? Kalau karena faktor ini, canggih banget pintunya bisa mendeteksi dan tidak membolehkan  orang asing ( non Bogor ) untuk masuk kawasan Bogor. Maklum kami baru pertama naik KRL, jangan ditertawakan ya! Atau karena faktor niat yang tak konsisten, tapi apa coba hubungan niat sama pintu otomatis. Harusnya gak masalah dong.

Usut punya usut faktor kedua memiliki korelasi besar dengan kejadian ini. Bagi rekan-rekan yang baru pertama kali naik KRL seperti kami ini. Beginilah penjelasan panjangnya, biar dimengerti dan agar tidak ada yang terlewat.

Perlu diketahui jika kalian membeli tiket krl maka kalian akan mendapatkan kartu. Nah, di akhir perjalanan kartu tsb bisa ditukar dengan uang Rp 5.000 (sebagai jaminan) di waktu kalian membeli tiket di loket. Namun jika kalian terkena pinalti maka konsekuensinya ada 2, 1. kalian tidak bisa menukar uang kalian kembali tetapi kalian dapat oleh-oleh, 2. Kalian harus keluar dengan bantuan kartu dari petugas. So, sebelum membeli tiket tentukan dulu tujuan kalian dan jangan berubah pemikiran secara mendadak kecuali kalian kembali ke bagian loket dan konfirmasi perubahan perjalanan.

Informasi tambahan harga tiket dasar krl 2.000 untuk 5 stasiun pertama namun setelah itu dikenai tarif 500 per stasiun. Saya berharap kalian bisa menikmati perjalanan kalian di akhir pekan tanpa masalah. ( Ingat! pengalaman ini terjadi pada tahun 2015, jika kalian membaca pastikan kalian hidup di tahun berapa saat itu. Karena harga, aturan dan teknologi bisa berubah sewaktu – waktu ) ^_^.

Begitulah kisah malam itu, malam minggu penuh kenangan. Kenangan karena tidak bisa keluar stasiun. Parahnya lagi, jauh-jauh ke Bogor hanya untuk sepiring nasi goreng. Namun biar tulisan ini berkesan, saya ingin menyampaikan pesan mulia bahwa diselip tujuan pasti ada proses pembelajaran. 

Gambar1. Nasgor depan stasiun Bogor beserta oleh2 kartu KRL (kiri ) dan lokasi waktu update status FB ( kanan )

Sebagai penutup saya ingin menjelaskan sedikit hal bahwa tulisan ini bermula dari status FB di atas krl menuju Stasiun Tanjung Barat, Sabtu, 21 Maret 15 pukul 22.08 WIB. Kemudian ditulis ulang di halaman ini dengan sedikit perubahan seperlunya pada Senin, 16 Januari 17 pukul 23.03 WIB.

 

*) Oeya, jika belahan hati saya baca ini jangan cemburu ya, nge date nya sama cowok bukan sama cewek. Aku masih berharap bisa bersama sama belajar proses kehidupan bersama kamu. Kapan? Secepatnya! Eyaaaa!

P-E-R-J-A-L-A-N-A-N

Senin, 20 April 2015

Perjalanan tetaplah perjalanan…
Dan aku suka itu…
Bercerita tentang cucu yang dia dekap…
Bercerita tentang anaknya yg berada di jauh sana..
Menjaga rasa kantuknya demi dekapan dalam pelukannya…

Perjalanan tetaplah perjalanan…
Dan aku suka itu…
Melanggar tatib lalu lintas di jalanan…
Demi kampus dan waktu…
Melihat dunia lain tentang sebuah sisi kehidupan…
Berbagi waktu dan menyempatkan bertemu…
Walau tahu kau dan aku? Siapa emang? hihi…

Perjalanan tetaplah perjalanan…
Dan aku suka itu…
Mendengarkan cerita seorang pemuda “saya harus gimana, ini pertama kalinya mas?”…
Wajah pucatnya karena melihat jam…
Hingga…
Mengikuti a-k-u yang jelas jelas berburu detik bukan hitungan jam…
* Mas, kartunya pean lupa untuk ditukarkan lho!…

Entah itu keringat, rintik gerimis, atau bahkan air mata…
Perjalanan tetaplah perjalanan…
Dan aku suka itu…
Kita hanya sebatas menyapa di jalan…
Dan bercerita apapun yg bisa kita ceritakan…

Kenali, Hingga Ejaannya

Minggu, 8 Januari 2017

Pagi seperti biasanya, rasa malas tetap menghinggapi walau hari libur. Terasa sulit walau hanya untuk membuka mata. Tak ingin berbuat apa – apa dan ingin menghabiskan waktu di tempat tidur hari ini.

Namun cita-cita luhur untuk mengistirahatkan tubuh, ibarat mimpi di siang bolong. Sesiang bangun tidurku pagi itu. Hoammm, rasa kantuk, rasa malas, menjadi satu kokoh dan enggan terpisahkan, bahkan hanya untuk melihat sebuah pesan di handphone. Pesan dari seorang sahabat lama yang kemarin malam tiba – tiba mengajak pergi ke suatu tempat.

CFD atau sering disebut car free day, padahal motor juga dilarang lewat. Disitulah sahabatku mengajak pergi hari minggu itu, selain ke hutan mangrove Pondok Indah, Jakut. Sebenarnya, usut punya usut saya enggan untuk mengikuti ajakan tersebut.

Beribu alasan telah tersusun rapi, hingga akhirnya kami tidak pergi ke CFD. Yeay saya berhasil! Maklum, faktor cita-cita luhur karena baru sampai Ibukota. Namun beberapa menit kemudian, saya terbangun lebih tepatnya terpaksa membangunkan diri karena salah satu sahabat dari Tangerang rela meluangkan waktu dan energinya. Terpaksa sekali lagi terpaksa ( saya kasih bold, biar lebih jelas ) saya mau tidak mau mengikuti ajakan mereka.

“Kawasan hutan alam pantai indah kapuk”, itulah tujuan yang akhirnya dituju. Tepat pukul 9 kami berempat bertemu di Rusunawa PU. Nah, dari sini cerita inti perjalanan ini bermula. Inti cerita tidak akan menyinggung bagaimana keindahan tempat wisata yang dituju. Atau tentang harga tiket masuk, tiket parkir, apalagi harga menu makanan. Karena akan sangat tidak sesuai dengan judul yang telah dipilih penulis. Heee.

Cerita ini mengisahkan tentang sebuah tujuan / lokasi yang kami inputkan pada sebuah aplikasi. Kalau meminjam istilah dosen saya waktu kuliah “data sampah akan menghasilkan hasil sampah”. Betul sekali karena aplikasi yang kita gunakan adalah tools. Kita lah yang memberi intruksi kepada tools tersebut agar menghasilkan analisa seperti data yang telah kita inputkan.

Dikarenakan kami berempat tidak tahu jalanan Ibukota menuju lokasi tersebut, jadi kami memutuskan untuk meminta bantuan Google Maps – aplikasi yang sangat membantu banyak orang untuk menuju suatu tempat. Namun sangat membingungkan buat kami saat itu ( padahal kami sudah sering mengaplikasikan aplikasi ini dan hasilnya memuaskan ).

Hingga kami disesatkan pada sebuah lokasi yang tidak ada sangkut pautnya dengan tujuan kami tersebut. Estimasi sampai tidak lebih dari 1 jam, kami tiba di lokasi setelah 2 jam perjalanan. Masuk keluar tol, hingga akhirnya rela bertanya pada tukang ojek online dan pak satpam. Hp secanggih apapun tidak akan bisa membantu jika operatornya titttt…

Beginilah perbedaan penampakan hasil pencarian kami di goole map,

Gambar 1. Pencarian pertama (kiri dan tengah), pencarian setelah mengetahui lokasi (kanan)

Lokasi tersebut menjadi titik acuan kami karena salah satu sahabat pernah kesana dan konon katanya sangat dekat dengan sebuah vihara. Hal ini menjadi opsi kedua setelah pencarian dengan kata kunci pertama “hutan mangrove” telah berhasil menyesatkan kami. Ternyata kata kunci kedua juga tidak kalah merepotkan. Merepotkan disini karena kami berempat gagal paham dengan ejaan kata. Bagi kami ejaan suci dapat berupa S-U-C-I atau T-S-U C-H-I namun kenyataan di lapangan T-Z-U C-H-I.

Karena hal inilah kami sempat berprasangka buruk pada tukang ojek karena salah memberi tahu lokasi. Karena menurut maps pertama dan arahan bapak tukang ojek seharusnya kami telah sampai. Namun benar kami memang sampai pada sebuah vihara, namun bukan vihara tersebut yang kami maksutkan.

Hingga akhirnya kami harus memutar otak dengan cara lain, seperti mengikuti rute busway hingga halte pantai indah kapuk. Sampai kami harus memutar jalan untuk kedua kalinya karena rute khusus busway sudah tidak terlihat lagi dan kami salah ambil jalan.

Sampai kami harus berprasangka buruk kembali ke bapak satpam karena saat kami menanyakan lokasi wisata mangrove, kami memang sampai pada pintu masuk wisata mangrove namun lagi-lagi bukan lokasi tersebut yang kami maksut. Namun karena jiwa pantang menyerah kami alias lebih tepatnya kebetulan sih hingga menemukan suatu petunjuk. Petunjuk itu berupa petunjuk jalan tentang lokasi TZU CHI. Kami baru sadar bahwa kami telah salah menginputkan kata kunci pada aplikasi tersebut.

Hingga tibalah kami ke lokasi wisata yang dituju dengan sangat gembira. Gembira karena hal-hal aneh saat di perjalanan membuat cerita tersendiri. Terhibur karena mengingat ejaan kata suci/tsu chi/tzu chi, alias sindiran keras buat diri sendiri. Hingga akhirnya setelah perjalanan tersebut kami rela foto di depan yayasan budha tzu chi ( sampai saat ini saya tidak tahu apakah itu vihara atau bukan) tersebut. Dengan tujuan agar orang yang ingin wisata kesana tidak mengalami hal yang pernah kami alami.

Gambar2. Kami berempat di depan yayasan TZU CHI ( kiri ) dan pintu masuk kawasan wisata alam ( kanan )

Nb. Nama kawasan wisata alam dan yayasan budha tzu chi baru kami ketahui setelah berada di lokasi. Tak lupa saya mewakili rekan-rekan meminta maaf kepada bapak ojek / bapak satpam dan terima kasih atas bantuannya. CMIIW.